Metalheads Indonesia sudah sepatutnya berbangga karena mempunyai Hammersonic yang bisa diklaim sebagai hajatan musik cadas terbesar se-Asia Tenggara. Namun demikian setelah sekian tahun menggelora puluhan ribu penikmatnya, muncul sebuah tulisan “The Last From Us!” dalam teaser Hammersonic 2018, yang tentu saja memicu gelombang kecemasan bahwa tahun ini menjadi yang terakhir. So, terlepas apakah ini bagian dari sebuah gimmick ataukah memang benar adanya, gelaran Hammersonic 2018 pada Minggu (22/07) lalu tetap memunculkan hegemoninya sebagai panggung metal paling akbar di kawasan rumpun Melayu.
Tidak seperti tahun lalu yang digelar di Ecopark, promotor Revision Live menggeser sedikit venue-nya di Pantai Karnawal Ancol, Jakarta, dengan mendirikan tiga panggung yakni Hammer Stage dan Sonic Stage dengan model satu panggung besar yang dibagi dua serta panggung utama bernama Empire Stage. Genre musik yang ditampilkan di panggung Hammersonic juga semakin beragam. Ada elemen punk, heavy metal, metal core, black metal, death metal, hardcore dan masih banyak lagi
Tengok saja dua band legendaris di genrenya, H2O dan Dead Kennedys menjadi pembeda di tengah dentuman headliner metal. Tampilnya Marjinal juga semakin menambah variasi line up dan menjadi magnet tersendiri bagi penggemar musik non metal untuk hadir menikmati Hammersonic 2018. Pada kesempatan tersebut, Marjinal rupanya ikut menyerukan isu kemerdekaan Palestina. Moment yang bagus dan besar ini juga dimanfaatkan oleh Revenge The Fate dan Saint Loco yang memperkenalkan personel barunya.
Aksi ‘ritual ‘ banting gitar Otong san vokalis Koil di setiap akhir lagu “Kenyataan Dalam Dunia Fantasi” pun kembali bisa disaksikan. Kali ini gitar flying-v berwarna merah yang sebelumnya dijanjikan akan dipersembahkan kepada penonton karena promotor berhasil memboyong band In Flames, urung diberikan dan malah dihancurkan.
Spirit band-band cadas kenamaan yang dihadirkan oleh Magnumotion Hammersonic Festival 2018 rupanya menjadi inspirasi bagi talenta baru yang ingin turut membesarkan karya mereka. Melalui Mantap Melangkah Challenge, ratusan band underground dari berbagai wilayah di Indonesia berkompetisi untuk dapat memenangkan tiket ke atas panggung Magnumotion Hammersonic Festival 2018.
Salah satunya adalah band Griffith yang baru pertama kalinya menjajal panggung sebesar Magnumotion Hammersonic Festival 2018. Firman selaku vokalis Griffith dalam acara jumpa media mengungkapkan bahwa dapat beraksi di panggung Magnumotion Hammersonic Festival 2018 merupakan salah satu pencapaian yang luar biasa dari usaha maupun kerja keras mereka selama ini. Band metal asal Sukabumi tersebut merupakan salah satu dari tiga band pemenang Mantap Melangkah Challenge. Ia juga mengaku bahwa mereka bisa sampai sejauh ini karena adanya keyakinan dan semangat untuk mantap melangkah berjalan dari satu panggung ke panggung lain agar menjadi semakin besar.
Brujeria ternyata menjadi salah satu penampil paling ditunggu-tunggu penonton, saat band grindcore asal Meksiko itu tampil di sore hari. Meski liriknya berbahasa latin, lagu-lagu hitsnya macam “La Migra”, dan “Brujerizmo” disambut anggukan kepala ribuan penonton.
Lewat tengah malam, In Flames naik panggung. Bocoran bahwa mereka sempat melakukan ‘gladi resik’ di malam sebelumnya untuk merekayasa, men-setting tata lampu dan tata suara, berhasil memunculkan afmosfir konser paling megah sepanjang Hammersonic berlangsung. Sorotan lampu-lampu panggung begitu tematik mengikuti lagu dan dentuman suaranya sangat jernih dan begitu detail. Lagu-lagu hits band death metal asal Swedia tersebut macam “My Sweet Shadow”, “Cloud Connected”, “The Chosen Pessimist” dan ‘Take This Life”, pun sukses berkumandang. Dengan durasi sekitar 1,5 jam, In Flames menutup gemuruh cadas musiknya dengan lagu “The End”.
Usai sudah gelaran Hammesonic 2018 dan ribuan metalheads Indonesia pun berangsur meninggalkan venue dengan wajah-wajah letih namun menyiratkan kepuasan. Dan kembali pertanyaan besarnya muncul, apakah tahun depan kita bisa menikmatinya? We’ll see (teks:bello /foto:dok Stun.Inc)