Mencuatnya masalah royalty antara Ari Bias sebagai pencipta lagu dan penyanyi Agnez Mo akhirnya berkembang menjadi sebuah polemik panjang. Keputusan pengadilan pengadilan yang menyatakan Agnez Mo dinyatakan bersalah dan mewajibkan membayar denda royalti sebesar Rp1,5 miliar ditanggapi beragam komentar.
Lembaga Manajemen Kolektif Nasional (LMKN) pun mengadakan diskusi publik terkait harmonisasi dalam mengoptimalkan tata kelola royalti. Mereka berharap kasus seperti Ari Bias melawan Agnez Mo tidak terjadi lagi.
LMKN mengundang stakeholders diantaranya pemilik hak yang merupakan pemberi kuasa kepada LMK (pencipta, pemegang hak cipta, dan pemilik hak terkait, di antaranya adalah pelaku pertunjukan dan produser fonogram), perwakilan dari pemerintah, penyelenggara acara konser musik, akademisi dan praktisi hukum serta perwakilan dari asosiasi. Mereka semua dihadirkan untuk memberikan masukan terkait dengan bagaimana melakukan harmonisasi tata kelola performing right.
Dalam diskusi yang digelar di Hotel Mercure Kuningan, Jakarta Selatan, pada Kamis (13/2/2025), Dharma Oratmangun sebagai Ketua LMKN mengemukakan bahwa kegiatan tersebut bukan langkah mengintervensi masalah yang sedang terjadi antara Ari Bias dengan Agnez Mo. Melainkan untuk menghormati proses hukum yang berlangsung.
“Tentunya sikap LMKN tegak lurus pada regulasi dan peraturan perundangan yang berlaku. Apabila tidak ada kata sepakat gunakanlah jalur hukum untuk dapatkan keputusan hukum berkeadilan. Pada intinya semua seluruh stakeholders menghendaki situasi iklim kondusif dan sehat,” imbuh Dharma.
Lebih dalam lagi LMKN juga mengharapkan agar kasus ini tidak berkembang menjadi preseden dimana para Pencipta Lagu beramai ramai menggugat atau menuntut penyanyi, melainkan bersama sama proaktif mengingatkan dan mengharuskan pengguna membayar royalti. Kewajiban pembayaran royalti oleh pengguna ini selayaknya wajib dimasukkan sebagai klausul di dalam perjanjian antara pelaku pertunjukan dengan pengguna. LMKN mengusulkan agar disepakati klausul baku yang wajib dimasukan dalam perjanjian.
“Perintah utama dari undang-undang adalah membayar royalti, sesimpel itu. Kasus ini kalau lihat dari putusan kan karena Pengguna nggak bayar royalti. Bukan kasus ini saja, kita hargai penuh para pencipta lagu, penyanyi mencari keadilan,” pungkas Dharma.
Terkait regulasi, LMKN menghimbau kepada pemerintah untuk hadir dimana nantinya dalam kegiatan pertujukkan musik, Kementerian Hukum dan Kepolisian Republik Indonesia untuk membuat Keputusan Bersama yang mewajibkan Pengguna untuk mendapatkan lisensi dan membayar royalti. Sehingga sebelum ada rekomendasi LMKN maka proses perizinan tidak dapat dilakukan. Diharapkan dengan keputusan ini maka Pengguna akan melaksanakan kewajiban hukumnya. (teks: wisnu, foto: dok: fajar)