Penyanyi Danilla Riyadi belum lama ini merilis single baru yang diberi judul MPV. Perilisan ini dimaknai sebagai ungkapan perasaan jengahnya atas ekspektasi penggemar akan warna musiknya. Rasa jengah itu kemudian disampaikan dengan cara yang lugas.
“Orang-orang melihat Danilla itu bukan mengidentikkan misalnya ke album Lintasan Waktu atau apa, itu enggak. Pasti kalau nggak lagu Berdistraksi, ya lagu Ada di Sana,” kata Danilla saat konferensi pers virtual, Minggu.
Di sisi lain, ia mengaku senang karena album Telisik yang dirilis sejak 2014 hingga saat ini masih memiliki basis pendengar yang banyak dan penggemar merasa terhubung dengan album tersebut
Yang menjadi permasalahan, kata Danilla, sebagian pendengar sangat menanti-nanti album barunya dengan nuansa Telisik kembali. Padahal, ia ingin keluar dari bayang-bayang album tersebut dengan menampilkan karya ‘berwajah’ baru.
“It’s okay kalau kalian sukanya ‘Telisik’, tapi don’t push me to go back untuk bikin ‘Telisik’ (lagi). Akhirnya jadilah lirik-lirik lagu MPV ini,” tuturnya.
Yang menarik adalah judul lagunya yang ternyata berasal dari typo. Memang lagu ini mengacu pada istilah MVP alias Most Valuable Player dalam olahraga. Tapi karena sound engineer yang menuliskan data lagu di komputer salah menuliskannya jadi “MPV.”
Dia tak bisa membedakan mana V mana P. Akhirnya, sang pemilik lagu malah menuliskan penulisan yang salah itu jadi judul lagunya sehingga kalau ditanya, dia akan menjawab MPV ini singkatan dari Most Paluable Vlayer.
“’MPV’ itu jadi ‘Most Paluable Vlayer’. Ya itulah sound engineer kami dan kami ingin memberi tahu kalian bahwa sound engineer kami itu memang seperti itu. Judulnya akan kami persembahkan sesuai dengan kepribadian dia juga,” tutur Danilla.
Lagu itu diberi judul MPV, karena dari satu lagu itu kemudian bermunculan inspirasi lagu-lagu lain sehingga menjadikan lagu itu ibarat pemain dalam sebuah tim olahraga adalah pemain yang paling menentukan keberhasilan pertandingan.
MPV adalah sebuah lagu yang laid back, mengawang-awang, agak bluesy, kental dengan nuansa pop yang manis, tapi dengan lirik yang lugas. Bahkan sangat lugas jika dibandingkan dengan lagu-lagu Danilla terdahulu.
“Aku boleh gak sih bikin sesuatu yang baru? Tanpa bawa embel-embel yang lama. Boleh nggak sih dilihat sebagai orang yang mulai dari nol?” tuturnya.
Meski cukup lugas, lagu itu masih menyisakan ruang interpretasi sesuai keadaan psikologis pendengar. Gaya penulisan lugas seperti ini, kata Danilla, karena dia sudah kenyang dengan segala macam diksi di album-album sebelumnya.
Dari satu lagu itu, Danilla akhirnya menulis hingga 12 lagu bersama Otta. Lafa Pratomo, produser yang biasa menggarap album Danilla, akhirnya hanya turun tangan ketika rekaman. Baik Danilla maupun Lafa, di fase ini, mereka berdua sudah sadar bahwa bisa saling melepas. Lafa bisa memberi kebebasan yang lebih banyak ketika Danilla berkarya, dan Danilla lebih percaya diri mengatakan yang dia mau untuk karyanya. (mycroft / foto : dok.laguland records)