Ketika kehilangan sebuah harapan, terkadang bikin segala hal yang dilakukan terasa hampa, bahkan cederung gak guna. Entah itu kesenangan, kemewahan atau apapun yang didapat, semua bakal berasa kosong. Namun percayalah, bahwa selalu ada titik optimis diantara jurang nadir. Ketika di dukung dengan keyakinan, maka akan semakin kokoh setiap keputusan yang diambil.

Paragraf di atas bukan sebuah orasi sakit hati, tapi justru sebuah refleksi kedewasaan dalam mengambil keputusan dari cerita seorang gadis cantik asal Indonesia yang bermukim di Negeri Paman Sam. Cuma dari cerita itu, dirangkai melalui kosakata yang berbunga-bunga. Namun intinya adalah, take it or leave it (love).

“Aku harus bikin keputusan untuk meninggalkan seseorang atau melanjutkan hubungan tersebut. Jujur, saat itu situasinya berat dan gak bisa dihindarkan buat aku. Tapi harus aku lalui pas lulus SMA. Hingga akhirnya aku harus memilih New York (masa depan) dan meninggalkan rasa yang pernah ada saat di Seattle (masa lalu),” ungkap pemilik nama lengkap Natasha Valerie Kurnia.

Sepertinya, bukan sebuah cinta yang mudah diprediksi. Namun lagu anyar berjudul Skyliner justru muncul dari kegalauan cewek yang menggunakan nama panggung Navakaine ini. Lagu ini diungkapkannya dari hubungan manisnya yang pernah dilaluinya bersama sahabat terbaik di negeri Paman Sam. Di kelilingi gedung-gedung pencakar langit, cinta itu pun tumbuh bersemi. Sayang, cinta itu bisa pergi kapan saja, tanpa harus melihat waktu.

“Kalo diterjemahkan, kata yang muncul dari Skyliner adalah gedung-gedung tinggi,” semburnya. “Namun aku mengartikannya sebagai bidadari gedung-gedung tinggi. Maksudnya, Skyliner adalah lagu tentang relationship aku dengan seorang cowok di Seattle. Hubungan kami selalu punya cerita di antara gedung-gedung pencakar langit.. Lebih dalam lagi, ketika kita bicara cinta, Skyliner merupakan cinta yang sad ending. Dimana. kamu udah tahu bahwa hubungan ini gak bisa diteruskan, tapi kamu masih ingin terus lanjut karena takut kehilangan rasa nyaman itu,” jelas mahasiswi Fordham University, New York, Amerika.

Sementara secara musikal, lagu ini diaplikasikan kedalam musik pop. Beruntung pengidola Lana Del Rey ini dikelilingi orang-orang hebat yang paham music production. Alhasil, curhatnya ke Sean, ayahnya yang berdarah asli Amerika serta Melissa (sang manager yang juga mengisi efek Viollin) juga Ucie Nurul (backing vokal) menjadi sebuah komposisi musikal yang bernilai. Ditambah lagu yang finishing touch-nya di Swedia dan Amerika makin terdengar ciamik.

Berkat nama-nama yang disebutkan di atas lah Navakaine sangat optimis bahwa terjun ke industri musik bukan sekedar sensasi antara Jakarta – Amerika. Tapi sebuah rasa yang datang secara epic. “Waktu usiaku 14 tahun dan mulai menulis lagu, kok air mata ini menetes dengan sendiri. Looks like I found the love of my life. Making music is the love of my life,” ujarnya. “Oleh karena itulah, aku berharap melalui anugrah suara ini, aku bisa menyebarkan pesan positif dan menhibur banyak orang di banyak negera,” tutupnya. (Ryka/foto:ist)

LEAVE A REPLY

Please enter your comment!
Please enter your name here